Content Writer
Influencer marketing telah menjadi strategi pemasaran yang populer dalam beberapa tahun terakhir. Banyak brand menggandeng influencer untuk meningkatkan brand awareness dan mendorong penjualan. Namun, seiring dengan perubahan tren digital dan perilaku konsumen, muncul pertanyaan: apakah influencer marketing masih efektif, atau sudah mulai kehilangan relevansinya?
Influencer marketing adalah strategi pemasaran digital yang memanfaatkan individu atau kelompok berpengaruh untuk meningkatkan visibilitas dan kredibilitas sebuah brand. Para influencer bekerja sama dengan brand untuk mempromosikan produk atau layanan kepada audiens mereka. Dahulu, influencer identik dengan selebritas atau tokoh publik yang memiliki jutaan pengikut di media sosial.
Namun, tren digital marketing terus berkembang. Saat ini, brand tidak lagi hanya mengutamakan jumlah pengikut yang besar, tetapi juga engagement yang tinggi. Micro-influencer dan nano-influencer menjadi pilihan utama karena memiliki komunitas yang lebih kecil, tetapi lebih terhubung, loyal, dan percaya terhadap rekomendasi mereka. Selain itu, audiens kini lebih menghargai keaslian dan transparansi, sehingga konten yang terasa organik dan relevan lebih efektif dibandingkan promosi yang terlalu eksplisit dan terkesan dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangkan. Hal ini menjadikan influencer marketing bukan sekadar soal popularitas, tetapi juga tentang membangun koneksi yang lebih erat dengan target pasar.
Saat ini, konsumen semakin cerdas dan kritis terhadap konten berbayar. Sebelum membeli produk, mereka cenderung mencari ulasan yang jujur dan autentik. Bahkan, sebagian audiens mulai skeptis terhadap influencer yang terlalu sering mempromosikan berbagai produk tanpa mempertimbangkan relevansinya dengan brand image mereka sendiri.
Menariknya, banyak reviewer independen yang memiliki engagement tinggi meskipun tidak dibayar. Mereka mungkin tidak sekonsisten influencer dalam membuat konten, bahkan tidak membangun personal branding secara khusus. Namun, justru karena ulasan mereka terasa alami dan tidak dibuat-buat, audiens lebih percaya dan terdorong untuk membeli, baik karena FOMO (Fear of Missing Out) maupun karena mereka sudah familiar dengan brand yang diulas.
Di sisi lain, influencer sangat lekat dengan personal branding mereka. Brand image seorang influencer berperan besar dalam membentuk kepercayaan audiens, dan sebaliknya, brand image sebuah produk juga bergantung pada kredibilitas influencer yang mempromosikannya. Oleh karena itu, konsistensi dalam membangun personal branding menjadi kunci bagi influencer agar tetap relevan dan dipercaya oleh audiens serta brand yang bekerja sama dengan mereka.
Tidak semua industri mendapatkan manfaat yang sama dari influencer marketing. Sektor industri seperti fashion, kecantikan, dan lifestyle masih sangat bergantung pada strategi ini karena sifatnya yang visual, tren yang cepat berubah, serta relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Industri ini juga menarik perhatian berbagai kalangan tanpa memandang status atau profesi, terutama karena masyarakat semakin terbuka terhadap pentingnya penampilan dan gaya hidup.
Di sisi lain, industri seperti B2B, teknologi, dan keuangan memiliki pendekatan yang berbeda. Alih-alih mengandalkan influencer marketing, sektor ini lebih efektif menggunakan strategi seperti thought leadership dan content marketing berbasis edukasi, yang membangun kredibilitas melalui informasi yang mendalam. Audiens di industri ini umumnya lebih spesifik, yaitu mereka yang sudah memiliki ketertarikan atau pemahaman di bidang tersebut. Oleh karena itu, pendekatan pemasaran yang digunakan pun perlu disesuaikan agar lebih tepat sasaran.
Keaslian (authenticity) adalah faktor kunci dalam keberhasilan influencer marketing. Konsumen cenderung lebih percaya pada influencer yang memberikan opini jujur tentang suatu produk daripada yang sekadar membaca skrip iklan. Oleh karena itu, brand harus memastikan bahwa kolaborasi dengan influencer terasa alami, relevan, dan tidak terkesan dipaksakan.
Meskipun suatu konten memiliki banyak views, likes, komentar, dan share, bukan berarti audiens benar-benar terpengaruh atau merasa butuh terhadap produk yang dipromosikan. Dalam banyak kasus, mereka hanya menikmati cara influencer menyampaikan pesan tanpa ada dorongan untuk membeli. Inilah alasan mengapa influencer harus lebih mengutamakan authenticity dalam setiap promosi. Ketika audiens merasakan keaslian dan keterhubungan dengan suatu produk, kepercayaan akan terbentuk, yang pada akhirnya dapat meningkatkan konversi dan bahkan repeat order untuk brand yang dipromosikan
Jika influencer marketing tidak lagi memberikan hasil yang optimal bagi suatu bisnis, ada beberapa strategi alternatif yang dapat diterapkan untuk tetap menjangkau dan membangun kepercayaan audiens. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa menjadi solusi:
1. User-Generated Content (UGC)
User-Generated Content (UGC) adalah strategi pemasaran yang memanfaatkan konten yang dibuat langsung oleh pelanggan atau pengguna produk. Konten ini dapat berupa testimoni, unboxing, foto, atau video yang menampilkan pengalaman autentik mereka saat menggunakan produk. Keunggulan strategi ini terletak pada promosinya yang lebih otentik, biaya yang lebih rendah, serta kemampuannya meningkatkan kredibilitas brand.
2. Brand Ambassador
Brand Ambassador adalah individu yang secara konsisten menggunakan dan merekomendasikan produk dalam jangka panjang. Berbeda dengan influencer yang biasanya terlibat dalam kampanye jangka pendek, brand ambassador membangun hubungan yang lebih erat dan berkelanjutan dengan brand. Untuk mengoptimalkan strategi ini, Anda dapat menonjolkan nilai eksklusivitas, seperti memberikan akses lebih awal ke produk baru atau menghadirkan merchandise promosi dan collectible marketing assets yang relevan dengan brand ambassador, sehingga meningkatkan keterikatan emosional dengan audiens.
Influencer marketing belum sepenuhnya usang, tetapi perlu beradaptasi dengan tren dan perubahan perilaku konsumen. Brand yang ingin tetap relevan harus lebih selektif dalam memilih influencer, mengutamakan keaslian, dan mengombinasikannya dengan strategi pemasaran lain untuk hasil yang lebih optimal. Jika dijalankan dengan strategi yang tepat, influencer marketing masih bisa menjadi alat yang efektif dalam pemasaran digital.
Saat ini, audiens lebih menyukai promosi dalam bentuk video pendek karena lebih ringkas, to the point, dan tidak bertele-tele. “Make it short and simple” yang mereka butuhkan hanyalah informasi tentang kelebihan dan kekurangan suatu produk, tanpa deskripsi yang berlebihan. Selain itu, audiens cenderung kurang menyukai video berseri dengan banyak part, karena mereka menginginkan informasi yang langsung tersampaikan dalam satu tayangan. Hal ini terbukti dari data engagement, di mana video part pertama sering kali mendapatkan interaksi lebih tinggi dibandingkan part berikutnya. Oleh karena itu, influencer dan brand perlu beradaptasi dengan tren ini agar strategi pemasaran mereka tetap relevan dan efektif.